Pelatihan Pencegahan Kekerasan Berbasis Komunitas di UMS: Dosen Fasya Tekankan Peran Strategis Satgas dan Komunitas Kampus
Surakarta, (28 September 2025) – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menunjukkan komitmennya dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Pada Sabtu, 28 September 2025, UMS menyelenggarakan kegiatan pelatihan bertajuk “Pencegahan Kekerasan Berbasis Komunitas dan Penguatan Kapasitas bagi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (Satgas PPKPT)”.
Dalam pelatihan yang diikuti oleh puluhan anggota Satgas PPKPT UMS tersebut, hadir sebagai narasumber utama Cholida Hanum, M.H., seorang Dosen Hukum Fakultas Syariah UIN Salatiga sekaligus aktivis perempuan . Dengan pengalamannya selama bertahun-tahun dalam advokasi hukum dan pemberdayaan korban kekerasan, Cholida membagikan perspektif yang kaya dan berbasis praktik langsung dari lapangan.
Dalam sesi pelatihan, Cholida menekankan pentingnya membangun pendekatan komunitas dalam pencegahan kekerasan seksual, terutama di lingkungan kampus. Ia memaparkan pengalaman LBH yang telah melibatkan paralegal dari enam komunitas dampingan, yang tersebar di berbagai wilayah, sebagai bagian dari strategi advokasi akar rumput.

“Komunitas adalah garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” ujar Cholida. “Mereka yang paling dekat dengan korban, mereka yang paling cepat tahu, dan mereka pula yang pertama bisa memberikan dukungan awal.”
Menurutnya, keberadaan komunitas baik formal maupun informal perlu dipupuk, dikembangkan, dan didukung keberlangsungannya. Ia juga menggarisbawahi bahwa di lingkungan perguruan tinggi, mahasiswa dan civitas akademika merupakan aktor utama yang memiliki potensi besar dalam membentuk budaya kampus yang aman dan berpihak pada korban.
Selain membahas pendekatan komunitas, Cholida juga memberikan materi penting mengenai jenis-jenis kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang kemudian diperkuat dengan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024. Salah satu poin krusial yang ia soroti adalah pentingnya pemahaman yang mendalam tentang konsep persetujuan (consent).

“Satgas tidak hanya harus tahu tentang bentuk-bentuk kekerasan, tapi juga harus mampu mengidentifikasi adanya atau tidak adanya consent dalam interaksi yang terjadi. Ini adalah amanah dari Permendikbudristek yang tidak bisa diabaikan,” tegasnya.
Pelatihan berlangsung interaktif, diwarnai dengan diskusi dan studi kasus yang menggambarkan berbagai dinamika kekerasan seksual di kampus. Cholida mendorong para peserta untuk tidak hanya melihat kekerasan sebagai kasus hukum, tetapi juga sebagai persoalan relasi kuasa, budaya patriarki, dan ketimpangan sosial yang perlu diurai secara komprehensif.
Menjelang akhir sesi, Cholida memberikan penekanan khusus pada pentingnya pendekatan empatik dalam menangani korban kekerasan. Ia mengingatkan seluruh anggota Satgas PPKPT untuk senantiasa memberikan ruang aman, mendengarkan dengan tanpa menghakimi, serta membangun rasa percaya korban terhadap sistem yang ada.
“Tugas utama Satgas bukan mengadili, tapi melindungi dan memulihkan. Jangan sampai korban mengalami reviktimisasi—yakni trauma tambahan akibat perlakuan buruk dari lingkungan sekitar,” tegas Cholida dalam penutupan sesi pelatihan.
Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Satgas PPKPT UMS dalam melaksanakan mandatnya, serta memperkuat kolaborasi antara kampus dan organisasi masyarakat sipil dalam upaya bersama mewujudkan kampus yang bebas kekerasan dan berpihak pada korban.
