FORUM DISKUSI SANTRI GELAR BAHTSUL MASAIL: MENGGALI FIQIH, MENYATUKAN TEKS DAN KONTEKS

Salatiga,(14/06/2025)- Pondok Pesantren Al-Muntaha menjadi saksi terselenggaranya Bahtsul Masail yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Santri (FDS) Fakultas Syariah pada tanggal 14 Juni 2025. Acara ilmiah ini diadakan di kediaman Bapak Erkham Maskuri, Lc., M.S.I., selaku pembina FDS. Mengusung semangat kolaboratif dan kecintaan terhadap ilmu, para anggota FDS berkumpul untuk membahas permasalahan fiqh aktual yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Dua permasalahan utama yang diangkat dalam diskusi ini adalah: pertama, mengenai keabsahan penggunaan air hasil daur ulang limbah rumah tangga (seperti air bekas mandi, cuci, atau wudhu) yang telah melalui penyaringan modern untuk bersuci; dan kedua, mengenai hukum air kolam pencuci kaki di masjid yang berubah warna karena kotoran kaki, padahal airnya lebih dari dua qullah. Permasalahan ini memancing semangat analisis dari para peserta yang dibagi dalam empat kelompok untuk berdiskusi dan menyampaikan argumen berdasarkan kitab kuning, terutama Fathul Qorib. Acara dibuka dengan sambutan Ketua Panitia yang mengajak seluruh peserta untuk menjadikan Bahtsul Masail sebagai ajang memperkuat ukhuwah Islamiyah sekaligus memperdalam pemahaman terhadap syariat Islam. “Acara ini bukan sekadar tanya jawab, tetapi bentuk komitmen kita terhadap ilmu,” ungkapnya. Ketua Umum FDS, Novia Khoirun Nisa, menyampaikan sambutan penuh makna. Ia menekankan bahwa diskusi bukan soal menang atau kalah, melainkan proses mendengarkan, memahami, dan menyampaikan pendapat dengan adab. “Dalam forum ini kita belajar menjadi santri intelektual bukan hanya paham teks, tetapi juga peka terhadap konteks,” ucapnya.

Bapak Erkham Maskuri, selaku pembina, juga memberikan arahan. Ia menegaskan bahwa forum ini bukan untuk melahirkan fatwa, melainkan untuk membiasakan diri berpikir ilmiah, karena suatu saat para santri inilah yang akan menjadi tokoh masyarakat. “Kita bukan kiai atau bu nyai, tapi sedang berlatih berpikir dan berdiskusi,” jelas beliau.

Diskusi berlangsung hangat. Kelompok demi kelompok mempresentasikan hasil ijtihad mereka. Kelompok 1 menyampaikan bahwa menurut Fathul Qorib, air daur ulang sah digunakan untuk bersuci jika telah kembali ke sifat asal (warna, bau, rasa seperti air suci). Sementara itu, air kolam yang lebih dari dua qullah tetap dihukumi suci selama tidak berubah sifatnya. Jika berubah, maka menjadi najis. Kelompok 3 menambahkan bahwa teknologi modern dapat menjadi sarana mengembalikan air ke keadaan thahur, sehingga sah digunakan bersuci. Namun, jika air kolam berubah karena najis seperti kotoran kaki, maka tidak lagi dihukumi suci mensucikan. Hasil diskusi kelompok 2 dan 4 juga memberikan warna tersendiri dalam keberagaman sudut pandang peserta.

Setelah pemaparan dari masing-masing kelompok, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan saling menyanggah antar kelompok. Suasana semakin hidup ketika para peserta menyampaikan sanggahan, dalil penguat, dan pandangan kritis berdasarkan referensi kitab kuning yang berbeda. Sesi ini menjadi ruang latihan bagi para anggota FDS untuk berani berargumen namun tetap menjunjung adab dalam menyampaikan pendapat. Sebagai penutup, Bapak Erkham Maskuri memberikan kesimpulan atau pentasih. Beliau menjelaskan bahwa air hasil daur ulang bisa kembali dihukumi suci jika najisnya telah hilang dan sifat air kembali seperti semula. Air yang kotor belum tentu najis, sehingga penilaian ditentukan oleh sebab dan sifatnya. Untuk pertanyaan kedua, beliau menekankan pentingnya menelusuri penyebab perubahan sifat air. Jika karena benda suci seperti daun, maka air tetap suci. Namun jika karena benda najis seperti bangkai, maka air menjadi najis. Beliau juga menjelaskan bahwa kolam yang dimaksud bisa dihukumi secara ikhtiati, yaitu digunakan dengan kehati-hatian, karena posisinya tidak langsung dari sumber najis. Maka, airnya bisa dihukumi antara thahir muthahhir (suci mensucikan) atau thahir ghairu muthahhir (suci tapi tidak mensucikan), tergantung kondisi aktual.

Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa semangat mahasiswa untuk belajar dan berpikir kritis tetap menyala. Tidak hanya menambah wawasan fiqih, acara ini juga mempererat ukhuwah dan membiasakan berpikir sistematis serta bertanggung jawab dalam menyampaikan pendapat. Bahtsul Masail bukan sekadar forum tanya jawab, tapi ruang tumbuhnya santri intelektual yang menjunjung adab, menghargai perbedaan, dan mewarisi semangat keilmuan para ulama.

Kontributor: Annisak Wakhiddatun Astutik (Mahasiswa Hukum Ekonomi Syari’ah 2022), NIM: 33020220106

Dokumentasi Kegiatan: