Wadek 3 Melakukan Pengabdian Internasional tentang Pemahaman Hukum Islam di Indonesia pada Mahasiswa TSUL
Tashkent, Uzbekistan – Sukron Ma’mun, Ph.D, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama Fakultas Syari’ah UIN Salatiga, melaksanakan pengabdian internasional dengan memberikan kuliah umum kepada puluhan mahasiswa Tashkent State University of Law (TSUL) di Uzbekistan. Materi yang disampaikan bertajuk “Pemahaman Hukum Islam di Indonesia” sebagai bagian dari program pengabdian kepada masyarakat dalam lingkup akademik internasional.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa TSUL mengenai karakteristik hukum Islam di Indonesia yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Pakistan dan Timur Tengah. Sukron Ma’mun menekankan bahwa hukum Islam di Indonesia telah mengalami transformasi yang fleksibel dalam penerapannya, seiring dengan interaksi hukum adat serta situasi sosial dan budaya yang berkembang di Indonesia.
Dalam pemaparannya, Sukron menjelaskan bahwa praktik hukum Islam di Indonesia bersifat akomodatif terhadap kondisi budaya dan sosial masyarakat, namun tetap mempertahankan prinsip-prinsip fundamental syariah. Hal ini memungkinkan hukum Islam diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia tanpa harus mengabaikan nilai-nilai dasar Islam.

“Muslim di Indonesia pada hakikatnya sangat patuh terhadap syariah Islam. Namun, dalam berbagai kondisi, mereka menerapkan hukum dengan menyesuaikan konteks sosial tanpa menyalahi ketentuan mendasar dalam Islam. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang menerima empat mazhab utama dalam Islam, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Namun, mazhab Syafi’i lebih dominan dalam praktik hukum Islam di Indonesia,” ungkap Sukron dalam sesi diskusi.
Lebih lanjut, Sukron juga mengamati bahwa fleksibilitas dalam penerapan hukum Islam tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Uzbekistan. Salah satu contoh yang diamatinya adalah fenomena perempuan yang tidak menggunakan jilbab secara luas, yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh pemahaman agama serta kondisi budaya yang telah berkembang di negara tersebut.
“Di Uzbekistan, saya melihat ada kesamaan dengan Indonesia dalam hal fleksibilitas penerapan hukum Islam. Perempuan yang tidak mengenakan jilbab secara umum dapat menjadi contoh bagaimana hukum Islam beradaptasi dengan budaya yang berkembang di suatu wilayah,” tambahnya.
Sukron menegaskan bahwa hukum Islam seharusnya menjadi nilai dan spirit yang melekat dalam kehidupan masyarakat. Meskipun berinteraksi dengan budaya lokal yang berbeda, hukum Islam tidak harus ditolak atau dipaksakan secara kaku, melainkan bisa menjadi ruh yang menjiwai hukum dan budaya yang ada.

Sesi pengabdian ini mendapat respons positif dari mahasiswa TSUL, yang antusias bertanya mengenai perbandingan hukum Islam di Indonesia dan Uzbekistan. Diskusi interaktif yang terjadi menunjukkan ketertarikan mahasiswa terhadap dinamika hukum Islam di berbagai negara.
Kegiatan ini tidak hanya mempererat hubungan akademik antara UIN Salatiga dan TSUL, tetapi juga menjadi bagian dari upaya memperkuat pemahaman lintas budaya dalam penerapan hukum Islam di berbagai negara Muslim. Sukron berharap bahwa diskusi seperti ini dapat terus berlanjut untuk memperkaya wawasan mahasiswa mengenai keberagaman dalam penerapan hukum Islam secara global.

(Editor: Nanang)