Pihak Ketiga Tidak Selamanya Menjadi Penghancur Rumah Tangga, Kembali Lagi LKBHI IAIN Salatiga Menjadi Pihak Ketiga Mendamaikan Pasangan yang Mengajukan Perceraian
Salatiga-Pasangan Suami Istri sebut saja GL dan AD berkediaman di salatiga sudah menjalani mahligai rumah tangga selama 7 tahun lamanya. Pasangan yang sudah dikarunia dua anak tersebut merasakan keharmonisan rumah tangga mulai goyang berawal semenjak satu tahun terakhir pihak suami yang sering menyalurkan hobinya memancing. Pihak istri merasa intensitas hobi suami semakin membuat perhatian dia kepada keluarga mulai berkurang. Padahal mereka dikaruniai dua anak yang masih usia anak-anak dan istri merasakan repot sekali dalam mengurus kedua anak tersebut. Namun GL malah dirasakan oleh AD semakin jarang dirumah karena sering mancing dan kurang perhatian terhadap keluarga.
Selama cekcok kurang lebih satu tahun, pasangan tersebut sebenarnya tidak ada yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Pengakuan, “tidak pernah ada KDRT, namun terkadang perabot rumah tangga ada yang dilempar atau dibanting yang mengakibatkan emosi semakin tidak terkontrol”.
Akhirnya pada Kamis (03/02) mereka yang sudah mengajukan perceraian ditemukan dengan pihak ketiga dalam kesempatan ini pihak tersebut adalah mediator. Mediator dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) IAIN Salatiga diwakili langsung oleh direkturnya yaitu M. yusuf Khummaini. Proses mediasi juga didampingi oleh Heni Mulyani selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (DP3A) Kota Salatiga dan Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Salatiga.
Setelah melakukan mediasi, akhirnya pasangan tersebut sepakat untuk rukun dan Kembali berkomitmen untuk memperbaiki rumah tangga mereka.
Ditemui dalam wawancara, yusuf memaparkan bahwa “DP3A, P2KB Kota Salatiga memiliki MoU dengan LKBHI IAIN Salatiga, dari itu munculah Pusat Sahabat Keluarga (Pusaka) yaitu badan yang resmi oleh pemerintah kota salatiga. Ketika ada masalah maka yang menjadi tim penyelesai masalah keluarga di Salatiga adalah Pusaka tersebut. Pusaka itu terdiri dari LKBHI, DP3A, P2KB, Polres, dari tim itu LKBHI menjadi ujung tombak di dalam menyelesaikan perkara seperti perkara ini yang masuk dalam perkara Non-litigasi melalui jalan kekeluargaan. Perkara dari pasangan GL dan Ad sebenarnya adalah rentetan dari hari-hari sebelumnya yang di situ sudah mengadakan kaukus atau pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya. Sampai pada hari kemaren, berhasil memediasi perkara antara pasangan tersebut.Alhamduliah hasil mediasi tersebut berhasil mendamaikan dan tidak akan mengulanginya lagi”
Keberhasilan mediasi yang di gelar di kantor DP3A kota Salatiga salah satu factor besar adalah belum adanya pihak ketiga yaitu pelakor. Sehingga pemetaan kasus dari awal itu sudah kelihatan berhasil atau tidak, sudah kelihatan, Imbuh Yusuf.
Direktur LKBHI, Mediator senior dan juga menjadi Dosen di Fakultas Syari’ah IAIN salatiga tersebut tidak lupa memberikan pesan pada saat wawancara kepada seluruh masyarakat bahwa “Harapan kedepan kalau bisa segala permasalahan tidak usah sampai ke pengadilan, cukup diselesaikan lewat jalur mediasi. Dari segi ekonomi lebih murah dan dari segi waktu lebih cepat terselesaikan. Orang pun akan lebih puas menerima hasil dari mediasi. Apakah itu masalah harta benda atau-pun masalah kekeluargaan itu tidak bisa diselesaikan kalau dengan Hukum. Dalam artian jalur hukum yang muncul adalah pihak pemenang dan pihak yang kalah dan itu pasti ada pihak yang tersakiti. Walaupun ada pihak yang menang itu sebenarnya ada hak dia yang hilang. Contoh menang melawan istrinya dalam perkara permohonan perceraian. Pada hakikatnya sebenarnya pihak pemenang juga akan kehilangan pasangannya dan juga mungkin akan kehilangan hak asuh anaknya. Sehingga menang di meja pengadilan itu tidak bisa memberikan kepuasan batiniyah, itu yang menjadi catatan penting”, pungkasnya.
Setelah pasangan berhasil dimediasi mereka sepakat untuk menandatangani perjanjian di atas materai untuk berdamai dan kembali membina keluarga yang harmonis.