Hukum Perkawinan Di Indonesia dalam Prespektif Gender dan HAM

Fakultas Syariah- Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan, Pasal 1). Tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia menjadi peran pasangan untuk saling mengisi kekurangan dan saling menyadari untuk peran masing-masing adalah sama pentingnya.

Mahasiswa yang mayoritas menjadi calon pengantin, dilihat sangat perlu untuk mendapatkan bekal pengetahuan perkawinan. Lebih khusunya bagi para kaum hawa yang sering menggelorakan opini bahwa merekalah kaum yang lebih dirugikan, baik dalam aturan secara tertulis maupun tidak. Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga Islam (HKI), menggelar seminar yang bertajuk “Hukum Perkawinan Di Indonesia dalam Prespektif Gender dan Ham” di Aula, November 2019.

Hadir dalam seminar ini, Prof. Dr. Khoiruddin NAsution, M.A. (Ketua umum ADHKI) dan Dian Puspitasari, S.H. (Mantan Direktur LRC-KJHAM Jawa Tengah) sebagai narasumber, serta Cholida Hanum, M.H. (Dosen Fakultas Syariah IAIN Salatiga) sebagai moderator.

Seminar ini dihadiri lebih dari 200 peserta mahasiswa prodi HKI dan dibuka oleh Dekan Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. terselenggaranya seminar nasional ini merupakan follow up dari diskusi rutinan Kompilasi Hukum Islam (KHI) oleh divisi Komisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (KPSDM) yang telah diselenggarakan setiap minggunya, tutur Ketua Panitia Najib Mudin.

Kroiruddin menjelaskan kepada peserta seminar bahwa harus tahu dulu tentang makna dari gender. Yaitu dengan ringkas dan tegas dapat disebutkan bahwa apa saja sifat, budaya, karakter yang dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan disebut bersifat gender. Maka tuntutan kesetaraan jender adalah tuntutan untuk diberikan kesempatan yang setara/sama kepada laki-laki dan perempuan untuk melakukan apa saja yang dapat dipertukarkan antara keduanya termasuk dalam bidang perkawinan.

Kemudian Dian menambahkan UU 1 tahun 1974 pada masanya merupakan keberhasilan Bangsa Indonesia dan gerakan perempuan untuk memiliki peraturan yang bisa diterapkan bagi seluruh rakyat Indonesia diseluruh wilayah Indonesia bagi yang beragama islam dan mengatur tentang isu-isu krusial yang berhubungan dengan perempuan. Paska tahun 1974 pemeritah Indonesia sudah meratifikasi beberapa konvensi internasional diantaranya: Konvensi Cedaw, Konvensi anak, Konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya, Konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas, dst. Beberapa isi pasal UU perkawinan tidak sejalan dengan kondisi masyarakat dan berpotensi pada pengurangan pemenuhan hak  asasi terutama hak  asasi kelompok rentan (perempuan, anak, penyandang disabilitas).