Pemilu Serentak 2024, Menambal Lubang dan Menjahit Kain Persatuan Indonesia

Salatiga, FaSya– Pemilu serentak 2024 sudah tidak lama lagi menjadi pagelaran nasional yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Tidak urung juga kepada para mahasiswa mayoritas sudah memiliki sikapa dalam menyambut dan mensukseskan pagelaran nasional tersebut. Pada Senin, 23 Oktober 2023 Fakultas Syariah (FaSya) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Pemilu Serentak 2024, Menambal Lubang dan Menjahit Kain Persatuan Indonesia” dengan menggandeng undangan dari partai-partai politik di Salatiga dan panitia pemilu yaitu KPU dan Bawaslu, Polres Salatiga serta KOREM beserta jajarannya. Dan yang menjadi objek tujuan untuk mendapatkan manfaat dari gelarnya Semnas ini yaitu segenap mahasiswa FaSya UIN Salatiga yang telah mendaftar melalui link tercatat sejumlah 150 mahasiswa.

Membuka acara Prof. Dr. Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si. selaku Dekan FaSya memaparkan maksud dari terselenggaranya semnas ini Ingin memberikan andil kontribusi yang bermanfaat akan kedepan terselenggaranya pemilu serentak semoga berjalan lancar dan demokratis. Sehingga semnas ini mengundang peserta dari kalangan sivitas akademika UIN Salatiga, alumni FaSya yang sudah bergabung dengan KPU, Bawaslu, partai politik dan Polres serta KOREM dengan jajarannya. Outcome yang diharapkan adalah adanya action-action dan tindakan yang dapat dikoordinir untuk mendukung jalannya pemilu serentak secara adil dan demokratis. Sehingga tantangan dan aspek-aspek yang bisa kita hindari dapat kita tanggulangi dengan pemahan yang diperoleh dari pembahasan-pembahasan materi dalam seminar nasional ini”.

Moderator memimpin jalannya pembahasan materi, Cholida Hanum, M.H. selaku Ketua Program Studi Hukum Tata Negara FaSya UIN Salatiga dan 3 pemateri yaitu M. Choirul Huda, M.H (Sekretaris Jurusan FaSya), Dr. Zuly Qodir (Sosiolog, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Basmar Perianto Amron, M.M (Komisioner KPUD Provinsi Jawa Tengah).

Mengangkat tema “Pemilu di Era Post Truth: Memahami Kehendak Kaum Millenial”, Choirul Huda memaparkan bahwa sumber informasi yang diterima oleh anak muda berasal dari terbanyak adalah media sosial, televisi dan berita on-line. Menengok kondisi tersebut, maka timbul tantangan budaya digital terkini yaitu: Mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesopanan dan kesantunan, minimnya pemahaman akan hak-hak digital, kebebasan berekspresi yang melampaui batas, menghilangnya budaya Indonesia (media digital menjadi panggung budaya asing), berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan, menghilangnya batas-batas privasi, pelanggaran hak cipta dan karya Intelektual. Karena pada masa anak muda saat ini menunjuk masa di mana masyarakat mengalami “kegemukan” informasi akibat derasnya globalisasi informasi, sebuah era dimana kejujuran-kemunafikan, kebeneran-kebohongan, fiksi-non fiksi tidak lagi jelas yang penting berita tersebut sampai ke publik, sebuah kebohongan jika didengungkan terus menerus maka akan difahami sebagai sebuah kebenaran, bahkan pelaku pembuat kebohongan ikut mempercayainya. Kemudian muncullah kondisi berita atau informasi Hoax Politik, Hoax Kesehatan, Hoax Agama, Hoax Kerusuhan, dan Hoax Lingkungan”.

Materi berikutnya dengan tema “Pemilih Milenial dan Pemilu: melampui Polarisasi” oleh Zuly Qodir degnan paparan “Berpartisipasi politik adalah hak dan kewajiban kita sebagai warga negara. Hal ini juga sesuai dengan program Gerakan Indonesia Bersatu. Rendahnya tingkat partisipasi politik, dapat mengancam nilai-nilai demokrasi yang sedang kita perjuangkan bersama. Kejenuhan atau “krisis kepercayaan” kita sebagai warga negara, tidak boleh menghalangi kita untuk terlibat dalam berbagai proses politik. Dan dalam berpartisipasi, diperlukan juga sikap saling menghargai pendapat golongan lain. Pemuda dapat mengubah semua praktek pemilu yang sudah membudaya yaitu dengan adanya money politic atau suap menjadi Pemilu yang bebas dari suap. Serta para pemuda harus mengubah praktek Pemilu dengan menunjukkan moral, etika politik yang sehat yang demokrasi, tanpa adanya aksi-aksi politik yang kotor yang tidak sesuai dengan asas demokrasi. •Masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan actor dmeokrasi harus terus tanpa kenal Lelah bergerak mengawal demokrasi elektoial dan memperkuat institusi-institusi demokrasi untuk memastikan Pemilu (demokrasi electoral) berjalan sesuai arah kebebasan susbstansial”.

Basmar Perianto melengkapi materi dalam pembahasan seminar ini dengan menjelaskan berbagai tahapan pemilu serta dasar hukum yang menjadi landasan pesta demokrasi serentak 2024 yang akan berlangsung. Kemudian memberikan gambaran potensi problem tahapan pemilu ke depan yaitu: Kapasitas SDM yang belum merata sehinga menjadi permasalahan dalam menghadapi tahapan pemilu serentak Tahun 2024, pada era digitalisasi seperti sekarang ini penggunaan sistem informasi aplikasi berbasis internet dalam menunjang setiap tahapan pemilu sangat membantu pekerjaan KPU, namun permasalahannya akses jaringan internet yang belum merata, ketepatan waktu dan sasaran distribusi logistik, keakuratan data pemilih, banyaknya jenis surat suara yang menyulitkan pemilih dan beban kerja KPPS yang tinggi